Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Jatim Gelar Diskusi Hukum Bahas Pencalonan Gubernur Papua Pasca Putusan MK

hukum

Selasa, 8 Juli 2025 – Bawaslu Kabupaten Pacitan kembali mengikuti Diskusi Hukum Selasa (DHS) secara daring yang dilaksanakan oleh Bawaslu Jawa Timur. Kegiatan ini mengangkat tema "Kajian Terhadap Regulasi dan Pelaksanaan Pengawasan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024: Perspektif Yuridis dan Empiris Pasca Putusan MK Nomor: 304/PHPU.GUB.XIII/2025."

Diskusi dipandu oleh Ahmad Zairudin dari Bawaslu Kabupaten Bondowoso, dan dihadiri oleh segenap Koordinator divisi Hukum beserta Staf Bawaslu Kabupaten/Kota se Jawa Timur, kegiatan tersebut dihadiri oleh narasumber dari Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Papua. Acara ini bertujuan memperkuat pemahaman terkait proses pencalonan dan implikasi hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilgub Papua.

Dalam sambutan Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits menekankan pentingnya tahapan pencalonan dalam pemilu. Ia menyoroti persoalan dokumen pencalonan yang tidak sah, yang menyebabkan pembatalan pasangan calon terpilih dan berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) di Papua.

Senada dengan itu Koordinator divisi Hukum Bawaslu Jatim, Dewita Hayu Shinta menyampaikan bahwa pencalonan adalah titik krusial dalam proses pengawasan. Ia menyebut diskusi ini sebagai ruang bertukar gagasan serta evaluasi regulasi dan kebijakan, yang ke depan diharapkan menjadi bagian dari penyusunan peraturan Bawaslu. "Kita harus memastikan mekanisme dan manajemen pengawasan berjalan lebih baik," ujarnya.

Materi 1: Kajian Putusan MK (Kurniawan – Tenaga Ahli Bawaslu RI)

Kurniawan TA dari Bawaslu RI menyampaikan bahwa putusan MK bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Ia menguraikan bahwa dalam PHPU jilid pertama, terdapat 26 perkara yang dikabulkan dari 310 perkara. Salah satu yang disorot adalah Paslon 01 Benhur Tomy Mano–Yeremias Bisai, yang terbukti melakukan pelanggaran.

Permohonan diajukan karena calon wakil gubernur, Yeremias Bisai, melakukan pergantian pejabat tanpa izin Mendagri dan menggunakan fasilitas agama untuk kampanye, yang dinilai melanggar prinsip pemilu jujur.

MK memutuskan PSU karena adanya dokumen administratif yang tidak sah, serta menekankan pentingnya validasi dokumen dan profesionalitas penyelenggara pemilu.

Materi 2: Kajian Yuridis dan Empiris (Haritje Latuihamallo – Bawaslu Papua)

Haritje Latuihamallo menjelaskan bahwa permohonan sengketa diajukan oleh Paslon 02 Matius Fakhiri–Aryoko Rumaropen, yang kalah tipis dengan selisih 1,35%.

Pokok gugatan adalah dugaan penggunaan surat keterangan palsu terkait status hukum Yeremias Bisai, serta pelanggaran kampanye di tempat ibadah dan penggunaan isu suku/ras. Selain itu, terjadi pelanggaran masif di Kabupaten Mamberamo Raya dan Sarmi.

Hakim menilai surat keterangan yang digunakan dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri yang tidak sesuai wilayah hukum, dan proses pemerolehannya tidak sesuai prosedur. Implikasi hukumnya, MK memerintahkan PSU dan memberikan preseden bahwa MK kini juga dapat menyentuh aspek proses, bukan hanya hasil pemilu.

Haritje juga mengkritisi bahwa Bawaslu Papua tidak diberi kesempatan menyampaikan keterangan, dan integritas KPU serta Bawaslu Papua dipertanyakan. Ia menekankan pentingnya transparansi, keterlibatan tokoh lokal, dan edukasi publik jelang PSU.

Materi 3: Klarifikasi dan Refleksi (Hardin Halidin – Ketua Bawaslu Papua)

Hardin Halidin menyoroti soal ketidakjujuran dalam penyampaian domisili calon. Ia mempertanyakan apakah surat keterangan dari Pengadilan Negeri sudah benar dan sah. Ia menjelaskan bahwa PN Jayapura sempat mengeluarkan surat-surat atas nama calon, namun tetap menimbulkan pertanyaan publik tentang validitas dokumen tersebut.

Isu penggunaan KTP dan surat keterangan tidak pernah dipidana menjadi pembahasan penting. Ia juga membahas pentingnya fungsi kode pada surat dari PN sebagai penanda keabsahan dokumen.